Salah Respon
By: Yeyen Robiah
Pulang sekolah adalah moment yang paling ditunggu para ibu di rumah. Moment disaat ibu bertemu kembali dengan pujaan hatinya. Banyak cerita indah, lucu, bahkan penuh haru yang diceritakan anak anak sepulang sekolah. Salah satunya cerita si sulung, Dhila, yang baru saja menjemput adiknya yang baru masuk SD.
Beberapa hari ini hujan sering turun di sore hingga malam hari. Hal ini membuat beberapa jalanan becek dan penuh lumpur. Sama halnya yang ada di daerah kami. Jalan utama memang sudah beraspal, tapi beberapa jalan kampung masih berupa tanah merah bebatuan. Siang itu meski mentari bersinar tapi sisa sisa hujan semalam masih ada. Sebagian jalanan masih meninggalkan lumpur tanah merah yang lengket. Keadaan inilah yang menyebabkan Dhila hampir terjerembab di jalan masuk menuju sekolah Aira. Jalan masuk yang tidak terlalu besar, di sampingnya ada pabrik garam, dan di ujung jalan sana ada peternakan ayam, membuat jalan itu sering menjadi jalan keluar masuk truk kecil hingga sedang.
Waktu itu, Dhila sudah masuk jalan menuju sekolah Aira. Di depannya ada sebuah truk yang mau keluar. Berhentilah dia di samping jalan. Setelah truk lewat barulah dia jalan lagi. Namun karena tekstur jalannya masih tanah merah yang semalam habis kena hujan, maka roda belakangnya tidak mau jalan alias ngosek. Kemudian dia gas motornya sambil mengatur posisi. Namun karena tanahnya tebal, akhirnya jatuhlah dia. Untung jatuhnya tidak terlalu parah hanya kaki yang masuk ke tanah agak dalam karena menahan motor. Dengan susah payah, dia dapat keluar juga dari tanah merah itu dan berhasil membawa pulang adiknya dengan selamat.
Sesampai di rumah , kisah ini dia ceritakan kepada saya. Dengan antusias dan mimik yang serius dia ceritakan detik detik terjerembabnya dia di jalan masuk sekolah Aira. Dia tunjukkan kaos kainya yang penuh dengan lumpur.
Mendengar dan melihat hal itu saya tentu saja kaget dan khawatir.
"Astaghfirulloh, kok bisa jatuh mba? tapi jatuhnya ga sama Aira kan?
trus itu kakinya sakit ga?"
"Wah besok lagi jadi harus lebih hati hati ya, lihat lihat jalannya. Kalau memang becek minggir aja. Jangan lewat situ".
Dengan nada cerewet penuh khawatir saya terus mengomentari kejadian yang baru saja dialami anak saya sambil ngecek badan Aira dan Dhila. Namun seketika raut wajah anak saya ini cemberut.
"Ibu mah ga kaya mbah uti. Kalau aku cerita responnya beda", jawab Dhila sambil nyelonong masuk membersihkan diri.
Deg...yup saya tersadar, saya salah merespon. Astaghfirulloh....!
"Hemmm...., maksud ibu baik kok, khawatir kamu ama Aira kenapa kenapa aja. Ibu cuma kaget aja", saya bicara lebih hati hati.
"Ya ibu jangan mikir negatif dulu dong, kaya ketakutan gitu. Kan aku jadi merasa bersalah, padahal kan aku cuma kepleset dikit doang dan aku ama Aira juga ga kenapa kenapa. Kalau mbah uti pasti jawabannya beda, Alhamdulillah, yang penting kamu gapapa ya Dhil. gitu bu.."
Saya terdiam dan berpikir. Ya saya salah. Saya salah merespon kejadian ini. Harusnya saya merasa beruntung karena anak anak saya tidak terluka serius. Dengan respon saya tadi seolah olah saya melabeli kejadian yang dialami anak saya adalah sebuah kesialan. Padahal masih banyak sisi keberuntungannya yang patut disyukuri. Maafkan ibumu ini ya Nak...
Kita ketahui bahwa keberuntungan ataupun kesialan itu hanyalah sebuah label. Label yang kita pasang pada sebuah kejadian. Jika kita sering melabeli kejadian itu sebuah kesialan padahal masih banyak sisi keberuntungannya, maka hidup kita seolah olah penuh kesialan, dan pelakunya akan merasa bersalah dan terpojokkan. Namun jika kita sering melabeli kejadian dengan sebuah keberuntungan, maka kita akan pandai bersyukur dan lebih merasa tenang karena merasa kita masih beruntung, dan pelakunya tidak akan merasa terpojokkan atau merasa disalahkan. Sehingga nasehat kita nantinya akan dia terima dengan senang hati.
"Alhamdulillah kamu ga papa kan? Ah kaos kakinya saja yang kotor. Kamu masih beruntung ya nak, masih bisa naik motor dan balik ke rumah dengan selamat", ini seharusnya yang saya katakan tadi.
Merespon dengan tepat tidak hanya dilakukan ketika kejadian seperti diatas, bisa juga ketika kita merespon anak kita yang nangis karena kepleset, jatuh, kejedot atau bertengkar dengan saudara atau temannya. Pada setiap kejadian, pandai pandailah kita mencari sisi keberuntungannya sehingga hati kita lebih tenang, tidak panik jadi kita bisa berpikir jernih untuk tindakan selanjutnya. Jadi, solusinya ketika ada sebuah kejadian, dengarkan dulu dengan tenang dan seksama, ambil nafas, pikirkan dan baru merespon. Dengan cara seperti ini diharapkan kita dapat merespon suatu kejadian dengan tepat sehingga dapat meninggalkan kesan yang positif pada anak.
Ah saya jadi semangat lagi untuk belajar bagaimana mengatur tata bahasa dengan baik untuk berkomunikasi dengan orang lain, terutama komunikasi dengan anak anak. Karena dengan pilhan kata dan kalimat yang baik kita bisa menumbuhkan sifat sifat yang baik pula pada anak anak. Setuju kan Mak?😍
Mari belajar terus ya Mak…
Semangat...😍😍
#NLP
#INLPS
#AkuMenulis
#NLPforEmakEmak
Komentar
Posting Komentar