Memotong Cerita
By: Yeyen Robiah
Suatu senja di balik bukit selatan Bogor berkumandang adzan Maghrib bersahutan. Suasana senja ini antara syahdu, sepi, dan hampa. Biasanya menjelang Maghrib, anak anak ramai menuju masjid depan rumah. Riuh rendah canda tawa mereka diiringi gemercik air wudhu mengalunkan orkestra senja yang sempurna. Namun kali ini hanya kulihat seorang bapak tua yang sedang membersihkan teras masjid dan seorang paruh baya yang sedang mengumandangkan adzan.
Saat ini, kami sama dengan keluarga lainnya, kami tidak berjamaah di masjid, kami berjamaah di rumah saja, tepatnya di ruang tamu. Kali ini giliran saya, emaknya anak anak yang tidak ikut berjamaah karena harus menjaga si kembar yang lagi aktif aktifnya.
Satu menit dua menit, semua berjalan lancar ketika tiba-tiba saya terserang HIV (Hasrat Ingin Vivis). Saya tinggalkan si kembar di belakang mereka yang sholat. Setelah keluar dari kamar mandi saya lihat si kembar sudah tidak lengkap. Ah, mungkin si kembar yang satu ada di kamar. Baru saja beranjak menuju kamar, saya mendengar teriakan "baaa..." dari luar rumah. Dengan gerak cepat, saya ambil jilbab yang ada di sofa. Berlari ke teras, melongok kolong mobil dan samping mobil. Biasanya tempat ini menjadi tempat favoritnya si kembar kalau lagi main petak umpet. Namun longokan saya ini tidak berhasil menemukan sosok Fatih, kembar saya yang kabur. Sekilas saya melihat gerbang yang ternyata tidak tertutup sempurna. Segera saya membuka gerbang, tengok kanan jalan, sepi, tengok kiri jalan, sepi juga. Jantung makin dag Dig Dug karena ga ketemu sosok Fatih yang kepalanya agak gundul, ah kaya tuyul, jangan jangan... Segera kutepis pikiran pikiran aneh yang berkelebat. Saya keluar gerbang menuju taman kompleks depan rumah.Taman yang ditumbuhi berbagai macam tanaman mulai dari perdu, pohon perindang sampai bunga bunga kertas kuning dan Oren. Tiba-tiba ada seorang anak tetangga yang memanggil saya, "Bu, si kembar disini..." Saya segera menuju sumber suara. Dengan berlari putar balik menuju bagian taman yang ada di sisi lain, akhirnya saya menemukan sosok bocah kecil, berkaos putih, kepala agak gundul itu sedang jongkok mengelus elus kucing orennya tetangga ujung jalan sana. Segera saya ndeprok lemes di samping Fatih yang masih asik bercanda ciluk ba sama si Oren. Segera saya gendong dan ciumi Fatih sambil terus komat Kamit mengucap syukur. Sampai depan rumah kami sudah disambut saudara saudaranya Fatih dengan raut muka tegang bercampur gemes.
Sejak kejadian di waktu Maghrib itu, saya sering merasakan sensasi dag dig dug, keringat dingin dan kepala rasanya enteng banget. Saya sering kepikiran bagaimana jadinya kalau Fatih waktu itu diculik orang jahat, bagaimana kalau Fatih mengejar si oren sampai jalan utama, bagaimana bagaimana dan bagaimana. Kejadian itu seperti film yang terus diputar di pikiran saya. Dan pikiran ini membuat saya merasa bersalah karena tidak menjaganya dengan baik. Setelah itu degup jantung mulai ga beraturan dan keringat dingin di sekitar telapak tangan dan dahi mulai bercucuran.
Inilah salah satu pengalaman horor yang saya alami, mungkin emak emak lainnya juga pernah mengalami kejadian yang sama, yang membuat kita trauma, ketakutan, sedih ataupun kecewa. Pikiran kita seakan berkecamuk sedang memainkan film reka adegan yang membuat perasaan kita merasa bersalah, malu, kecewa, takut, dan ataupun sedih. Hal ini tentu saja tidak sehat bagi mental dan badan kita. Nah salah satu solusinya adalah dengan "memotong cerita" yang sedang berlangsung di pikiran kita.
Teknik "Memotong cerita" yang sedang terjadi dalam pikiran kita ini bisa kita lakukan dengan berbagai cara. Bisa dengan mengubah posisi badan, misal dari duduk ke berdiri, atau dengan mengedipkan mata seolah olah menutup layar cerita kita, atau bisa juga dengan menepuk paha atau lengan kita. Gerakan ini seolah olah sebagai instruksi untuk menghentikan film yang sedang diputar di otak kita. Sambil menghentikan film itu kita juga harus menyadari bahwa itu hanya pikiran pikiran kita yang tidak bisa menyakiti kita kalau kita tidak mengijinkannya. Pikiran itu hanya kita yang bisa mengaturnya, kitalah sutradara dalam kehidupan kita. Tetap sakit hati, kecewa, sedih, takut dan merasa bersalah atau kita bahagia,gembira, memaafkan dan berani, semua itu kita yang menentukan. Setelah itu segera ubah pikiran kita menjadi film yang menyenangkan, membahagiakan dan memberdayakan. Terjebak dan terpuruk dalam keadaan yang sudah terjadi tidak akan mengubah keadaan sekarang. Yang sebaiknya kita lakukan adalah segera tersenyum dan bangkit menciptakan film film bahagia yang akan berakhir happy ending.
By the way..siap "memotong cerita" masa lalu kita demi masa depan kita esok? #eaaa 😅
Yuk ah, tetap semangat, jaga kesehatan badan dan jiwa kita wahai para emak hebat sedunia...😍😍
#INLPS
#NLP
Komentar
Posting Komentar