Ketika Aku Jadi "Aku"



By: Yeyen Robiah


Awalnya aku ga terlalu tertarik untuk bergabung dengan ibu ibu yang ngumpul ngumpul sambil nungguin anak anaknya di sekolah. Waktu yang hanya 2 jam itu sangat bermanfaat bagiku untuk share dagangan di medsos. Bukan berarti ansos juga sih tapi lebih ke wasting time aja, itu menurut ku lo. Tapi seiiring perjalanan belajarnya Aira, kakaknya si kembar, yang mulai banyak tugas, aku mencoba meluangkan waktu untuk ngobrol-ngobrol dengan para ibu penunggu anak sekolah itu biar aku bisa update kemampuan teman teman Aira. Jadi aku bisa mengukur sejauh mana kemampuan Aira dengan teman temannya.

Di masa pandemi ini,  TK nya Aira melaksanakan sekolah offline dan online. Sekolah offline dilakukan sepekan dua kali dengan durasi waktu 2 jam, sisanya dilakukan secara online. Mengapa berani sekolah offline? Karena TK nya Aira setiap kelasnya hanya terdiri 5-8 anak, anak anaknya mudah diatur dan mau tetap pakai masker selama pembelajaran, dan duduknya pun berjarak. Sesi offline ini khusus digunakan untuk setor tugas selama pembelajaran online. Ada tugas menulis, berhitung dan murojaah.

Kembali ke laptop...☺️

Berkumpul dengan para ibu penunggu anak di sekolah adalah moment yang sangat spesial di masa pandemi ini. Meski kita agak engap bercicit cuitnya karena pakai masker, namun tidak mengendorkan kita untuk saling curhat. Ya, moment kumpul kumpul ini sering digunakan untuk sesi curhat bebas. Maklum dong selama di rumah para emak seperti kita ini terkungkung di seputaran rumah saja. Bangun pagi, masak nyuci, nyapu ngepel, dampingi anak online, nyuapin dan nyetrika kadang sampai lupa mandi 😅. Kami harus menjaga kewarasan dengan sedikit berhaha-hihi.  Nah, salah satunya dengan curhat bebas.

Tetapi tau kan Bu ibu, kalau dah curhat itu hati hati ya, jangan sampai menggibah. Pokoknya kita harus tahan tahanin agar ga ikutan ngegibahin orang. Ini menjadi prinsip saya kalau dah ketemuan sesama para emak. Saya membayangkan ketika kita menggibah, kita ibarat makan bangkai saudara kita sendiri. Nauzubillah..huwekkk 🤮. Jadi ketika mulai ada ajakan ajakan halus untuk menggibah, cepat cepat deh kita bayangkan kita sedang memakan bangkai saudari kita sendiri. Ah jadi keinget Sumanto kan..hiii

Lalu bagaimana agar curhat bebas nya lebih sehat? Ya,  enaknya kita saling sharing tentang kemajuan belajar anak anak kita saja. Nah di moment ini ada yang unik nih. Ketika seorang ibu, sebut saja Bu Bambang, mamanya Akbar, curhat kalau anaknya tuh susah banget kalau disuruh diem. Dia aktif banget. Lari sana lari sini, loncat sana loncat sini, kapan mau belajarnya? Bu Bambang ini pusing tujuh keliling karena tugas menulis dan murojaahnya belum kelar kelar juga. Dengan semangat 45, aku, ibunya Aira yang terkenal pendiem, kalem,  manis, dan tidak sombong (kaya emaknya 😅), segera berkomentar. 

"Duh, Bu Bambang, itu artinya Akbar lebih ke kinestetik. Dia belajarnya harus dengan gerakan. Coba deh murojaahnya pakai teknik yang ada gerakan tangannya itu. Dia akan cepat hapal Lo sambil menggerakkan jari dan tangannya. Trus kalau menulis, coba kasih stimulannya dengan gerakan juga. Misal ayo kak, kita tulis huruf U terus praktekkan bentuk U tadi dengan tubuh kita. Nah kaya gitu Bu Bambang kira kira cara belajar untuk anak kinestetik." , Bu Bambang manggut manggut, terus tersenyum lebar. 

"Wah, bener mama Aira, besok deh aku coba ke Akbar. Kaya ya Akbar bakalan seneng nih. Makasih ya say.." muach🙈😅

Waktu demi waktu pun berlalu, aku sudah jarang ketemuan lagi dengan para ibu penunggu sekolah, eh penunggu anak anak sekolah maksud nya. Kini Aira dah mau masuk SD, dan si kembar sekarang sudah makin besar dan aktif banget. Lari kesana kemari, loncat sana loncat sini. Mereka sudah mulai belajar Corat coret dan menyebutkan warna warna, nama benda dll. Sering sekali aku dibuat jempalitan dengan segala aktifitas mereka. Si kembar ini beda banget sama kakak kakaknya terutama Aira,  yang pendiem, kalem, dan penurut. Aku merasa kewalahan. Tak jarang aku ngomel ngomel, bicara dengan nada tinggi dan parahnya kakak kakaknya si kembar sering kena semprot, astaghfirullah...

Menyadari ada yang kurang beres, aku segera introspeksi diri.  Duduk di sofa pink favoritku sambil ngemil keripik singkong, biskuit eggroll, dan Roma malkist gula pasir, tidak ketinggalan secengkir kopi susu panas (duh kapan langsingnya, Maak..😅).  Aku mulai ambil nafas dalam, hembuskan dengan teratur. Ambil nafas dalam, hembuskan dengan teratur. Sambil melihat si kembar yang kesana kemari, aku teringat dengan curhatan Bu Bambang, mamanya Akbar. Ya, ketika Bu Bambang mengeluh soal Akbar, dengan lancarnya aku bisa memberi saran dan solusi. Dan ternyata sekarang, Akbar hafalan juz 30 nya sudah bertambah dan lancar lagi. Menghapal dengan teknik gerakan tangan, seperti yang aku sarankan. Nah, sekarang aku merasa dalam posisi yang sama dengan Bu Bambang waktu itu, anaknya super aktif. Bagaimana ya cara memanfaatkan keaktifan si kembar ini biar ga emosian, kasihan Aira, emaknya baru melotot aja dia dah mewek...maafin ibumu ini ya kak.

Ahaaa...tiba tiba aku teringat sebuah tulisan seorang NLP coach tentang teori asosiasi dan disasosiasi. Intinya adalah mengapa ketika kita memberi nasehat atau saran kepada orang lain itu lebih mudah? Ya, karena kita melihat orang itu dari "kejauhan" . Layaknya seorang komentator bola yang sangat mahir mengomentari segala gerak gerik pemain bola, dia akan mudah mengatakan bahwa pemain bola si A harusnya menggiring bola dulu baru dioper, atau seharusnya si A itu membagi bola ke pemain tengah, oper ke depan,  lari menerima bola di depan gawang, dan tendanggggg...ya gol gol gollllll 😅

Ya seperti itu lah, komentator bola akan sangat mahir memberi solusi harus begini begitu, dan memang solusinya ini manjur. Mengapa bisa? Karena dia melihat "masalah" dari "kejauhan". 

Perlahan lahan aku praktekkan teori ini. Kebetulan ada meja dan kursi di kamar si kakak. Aku duduk di kursi itu, mendengar, merasakan, dan melihat aktifitas si kembar sehari hari. Merasakan dan melihat kak Aira yang kena semprot emaknya.  Kadang tersenyum, gemes, sedih, dan akhirnya melotot juga nih mata ketika tergambar si kembar yang saling berebut bola. Duh pusiiiinggg... Ya, aku merasakan semua itu dan mulai muncul masalah. Si kembar berebut bola, saling dorong, dan akhirnya menangis berjamaah. Aku mulai teriak yang malah membuat mereka semakin kenceng nangis nya sedangkan kak Aira, masih dengan sabar menunggu ibunya mengajarinya belajar.  Menyadari ada masalah itu, aku mulai beranjak dari kursi itu dan meninggalkan sosok "aku". Mundur beberapa langkah, kulihat sosok"aku" yang sedang duduk di kursi dengan segudang masalah. 

Lalu aku berpikir, kira kira apa yang akan aku sarankan kepada sosok "aku"  yang ada di kursi itu. Nasehat apa yang akan aku sampaikan ke "aku" yang disana. Dan Alhamdulillah, akhirnya banyak banget saran dan nasehat yang bisa aku dapatkan. Mulai dari harus menerima keadaan, ikut bermain dengan mereka, lebih bersabar, sampai ke rencana membuat flash card gambar gambar hewan yang akan ditempel di dinding kamar bersama kak Aira. Ah ternyata aku harus begini begitu biar happy selalu menghadapi si kembar dan ga marah marah.

Setelah mempraktekkan teknik disasosiasi itu, kini hati ini terasa plong, pikiran jernih, dan senyum mengembang. Tergambar rencana rencana indah bersama Aira dan si kembar. 

My twin, my cute Aira...I am coming with love....😍😍😍

Ayo para emak, sudah latihan teknik disasosiasi ini? Bisa untuk cari problem solving, bisa untuk membuang hal hal yg tidak menyenangkan, dll Lo...

Salam sehat badan dan jiwa ya emak emak hebat sedunia....💪🥰


#NLP

#INLP

sumber gambar: https://hajinews.id/2020/08/14/kapan-seorang-muslimah-boleh-melepaskan-jilbab-saat-di-rumah/



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sepenggal Kisah dari Ruang IGD