Mandi Pagi



By: Yeyen Robiah


Bagi sebagian orang mandi pagi adalah hal yang biasa biasa saja. Aktivitas rutin yang dilakukan sebelum aktivitas lainnya. Namun siapa sangka mandi pagi bisa menjadi sebuah momok bagi orang tertentu, khususnya bagi anak anak maupun remaja. Siapa yang mau berdingin dingin ria di pagi hari sementara selimut masih menawarkan kehangatan untuk melanjutkan mimpi indah semalam #uhukk😂😂. Apalagi di masa pandemi ini, anak anak atau remaja, tidak diharuskan mandi pagi karena tidak berangkat sekolah di pagi hari. 


Hal ini dialami juga oleh seorang mahasiswi sebut saja namanya Melati. Sebelum pandemi Melati ini adalah sosok mahasiswi yang sangat rajin, disiplin dan teratur. Bangun di pagi hari, apel pagi, antri mandi, antri nyuci, sarapan pagi, nyiapin tugas dan berangkat ke kampus. Kalaupun tidak ada kuliah pagi, bisa ke perpustakaan ataupun diskusi kecil bersama teman teman di serambi masjid besar. Ya aktivitas pagi yang sangat menyenangkan dan bikin semangat tentunya. Hal ini dapat terjadi karena adanya tuntutan dari asrama di kampus tersebut. Artinya dari segi lingkungan sangat mendukung.


Beda halnya ketika Melati tadi harus kembali ke rumah dimana dia bisa sedikit bersantai apalagi di masa pandemi yang memang mengharuskan kegiatan banyak dilakukan di rumah. Di rumah dia tidak bisa jalan jalan mengelilingi kampus, tidak bisa berdiskusi dengan teman ataupun tidak bisa meluangkan waktu sekedar ke serambi masjid besar atau ke perpustakaan. Banyak waktu longgar  yang melenakan dia, termasuk pada kebiasaan paginya. Setelah ikut beberes rumah sebentar, dilanjutkan rebahan sambil buka medsos sana sini, dan ketika perkuliahan dimulai dia akan sangat sibuk dengan tugas tugas yang menumpuk belum lagi tugas dari beberapa organisasi kampus yang semuanya serba online. Namun karena online itulah, nampaknya jadi kurang disiplin seperti waktu dia kuliah offline. Manajemen waktunya berantakan, seringnya setelah subuh lanjut tidur lagi, jadi ketika ada perkuliahan, persiapannya terkesan tergesa gesa dan tidak maksimal. Untuk mengerjakan tugas pun sering sampai larut malam karena mengejar deadline. 


Keadaan seperti ini tentu saja sudah tidak sehat lagi maka perlu diskusi alias ngobrol santai dengannya. Langkah pertama yang dilakukan adalah menyadarkan dia tentang keadaan sekarang yang terjadi. Apa saja resikonya bila keadaan seperti ini terjadi terus menerus. Dia kami ajak berkontemplasi, merenung dan berpikir dalam. Dari pada setiap hari teriak teriak untuk bangun pagi, beberes kamar, bantu bantu ibunya dll, maka lebih efisien dan efektif diajak ngobrol santai seperti ini. 


Setelah beberapa hari belum terlihat perubahan yang berarti. Namun ada satu hal yang terlihat yaitu Melati sudah mulai rajin mandi pagi lagi. Waktu terus berjalan, mulai ada perubahan yang agak signifikan. Sholat mulai tepat waktu, dzikir pagi petang mulai dirutinkan lagi, kamar rapi, bantu pekerjaan rumah mulai terjadwal, jarang tidur larut malam untuk kejar deadline dan mulai meluangkan waktu dengan adik adiknya. Alhamdulillah, ngobrol kontemplasinya berhasil. 


Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah ketika Melati ingin mengubah banyak kebiasaan buruknya, dia tidak langsung mengubahnya secara frontal. Dia hanya mulai mengubah dengan satu kegiatan kunci, yaitu mandi pagi. Dengan melakukan satu kegiatan kunci maka akan berdampak pada kegiatan lainnya. Dan untuk melakukan kegiatan kunci ini Melati mulai melakukannya tanpa banyak perjuangan atau effortless karena kegiatan kunci mandi pagi ini dulu pernah dia lakukan dengan senang hati. Mulai dari bangun tidur, wudhu, sholat subuh, minum energen dan segera mandi pagi. Untuk mewujudkan perubahan perilaku yang diinginkan ini dia mengambil resources dari masa lalu. Mandi pagi ini bagi dia, dulu, sesuatu yang biasa dilakukan waktu di asrama. Dia pasti nomor satu untuk mandi pagi karena tidak mau antri lama, nanti bisa terlambat ke kampus. Mungkin karena itulah dia memilih mandi pagi sebagai kegiatan kunci untuk mengubah kebiasaan buruknya selama ini. 


Jadi dari sekelumit episode kehidupan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk mengubah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baru yang baik, coba ikuti lima langkah berikut ini: 


  1. Sadari bahwa ada yang perlu kita ubah.

  2. Cari tahu persisnya apa yang perlu kita ubah.

  3. Fokus mengubah hal hal yang ada dalam kendali kita.

  4. Fokus pada satu kegiatan kunci yang sederhana.

  5. Tetapkan hasil akhir yang diinginkan secara detil.


Nah, kelima langkah ini bisa diterapkan pada diri sendiri maupun orang lain, misalnya pada anak anak  kita. Bantu anak anak kita menjalani hidup yang lebih produktif dan bermakna. Memiliki anak yang bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri adalah idaman para ibu seperti kita. Semoga anak anak kita menjadi anak yang sholeh dan muslih. Aamiin.


Salam hangat penuh cinta untuk kita dan buah hati kita…..❤❤


Sumber bacaan: Buku Productivity Hack by: Darmawan Aji




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sepenggal Kisah dari Ruang IGD