Panci Bocor
By:Yeyen Robiah
Pagi Itu seperti pagi pagi biasanya, bu Pri ditemani para balitanya menyapu halaman depan rumahnya. Sementara bu Pri menyapu, anak anaknya bermain dengan si oren, kucing tetangga. Matahari sudah kelihatan menyembul di sela sela rumah tetangganya yang kebetulan berada di ufuk timur. Sambil menyapu dan bermain main, kegiatan ini juga digunakan untuk berjemur.
Seperti biasa pula, dari seberang sana terlihat sosok ibu dengan kereta bayinya menyebrangi tengah lapangan menuju arah rumah bu Pri. Ya siapa lagi kalau bukan bu Lastri dan baby tralalanya.
Namun pagi ini ada yang berbeda dengan penampakan bu Lastri dari kejauhan. Bu Lastri jalannya pelan sekali, malah agak pincang kelihatannya. Lalu yang biasanya bu Lastri sudah semangat memanggil manggil bu Pri dari kejauhan sambil melambai lambaikan tangan, kini yang terlihat bu Lastri agak nyengir nyengir gitu. Ada apa gerangan dengan bu Lastri? Bu Pri sudah mempersiapkan diri untuk mendengarkan kisah perubahan bu Lastri ini. Semoga kisahnya pagi ini tidak seheboh berita pernikahan Leslar kemarin. Hihi...😅
Bu Lastripun semakin mendekat dan semakin jelas bahwa jalannya bu Lastri agak pincang. Tangan kanannya memegangi pinggang dan tangan kirinya mendorong kereta bayinya. Bu Pri menghentikan kegiatan nyapu menyapunya. Dia memandangi bu Lastri yang menuju ke arahnya dengan keadaan yang tak biasa.
"Ya Allah bu Lastri, ada apa ama bu Lastri, kok jalannya kaya gitu?" tanya bu Pri sambil menyambut bu Lastri. Dia segera masuk dalam rumah untuk mengambil kursi lipat untuk bu Lastri. Dipersilahkan bu Lastri duduk.
"Iki piye critane bu, kok njenengan bisa kaya gini. Trus dah tau jalannya sakit kaya gini, kok yo maksain jalan jalan sampai sini," tanya bu Pri dengan wajah empatinya.
"Sek to bu, tak ambegan sek." Jawab bu Lastri sambil membenahi duduknya agar lebih pas dan nyaman.
"Mau cerita yang panjang apa yang pendek nih bu Pri?" tanya bu Lastri sambil meringis meringis memegangi pinggangnya.
"Seterah bu Lastri aja deh…"
"Wkwkwk...bu Pri ternyata bisa menyerah dan pasrah juga ya. Tak pikir ki masih semangat"
"Kalau urusan crita crita aku mah santuy bu Lastri, wong cuma dengerin aja kok," jawab bu Pri santai.
" Iya deh, aku ceritain ya. Aku habis jatoh di dapur bu Pri. Kepleset air yang rembes dari panci. "
"Kok bisa?"
"Kan aku selalu merebus air pakai panci besar itu ya, buat ngisi 2 termos dan teko di meja makan. Dari kemarin aku sudah tau sih, ini panci bagian bawahnya bocor. Aku pikir ga papalah ntar aja nambalnya, kan cuma bocor kecil aja. Nah semalam aku rebus air, sudah tuh aku pindahkan ke termos dan teko, sisanya masih lumayan banyak. Aku taruh di bawah. Ya akhirnya begini, air di panci itu menetes semalaman, jadi ada genangan di dapur. Pagi pagi mau beberes dapur, sebelum aku nyalain lampu dapur, eh dah kepleset duluan karena ga lihat genangan itu. Sakit tau bu. Jatuhnya mantep", cerita bu Lastri sambil terus mengusap usap pinggang kanannya, tentu saja masih sambil meringis.
"Oh...sakit ya bu? Tapi jatuhnya ga sampai ngegledak kan ya? Kepalanya amankan?
"Alhamdulillah ga sampai ngejengkang bu. Untung bumper aku nih gede, hehe…"
"Hahaha...betul juga ya. "
"Èmang ya bu, sesuatu yang kecil itu sering kita sepelekan. Ternyata imbasnya luar biasa. Tadinya bocor kecil, lama kelamaan meski kecil juga bisa merembes kemana mana dan alhasil bisa membuat kita celaka, " kata Bu Pri sambil duduk di sebelah bu Lastri. Tatapan matanya menuju ke langit bebas. Tarikan nafasnya begitu berat. Terlihat dia mencoba mengatur nafasnya pelan pelan, menenangkan rasa yang bergemuruh di dadanya. Terlihat sekilas, matanya berkaca kaca.
"Bu Pri kenapa, kok kayaknya malah sedih gitu? Tanya bu Lastri setelah sadar suasananya menjadi hening.
"Dulu saya juga pernah menyepelekan hal yang kecil. Tidak bersegera memperbaiki sesuatu yang kecil itu hingga akhirnya musibah itu terjadi".
Bu Pri, terlihat menundukkan kepalanya. Matanya kini tidak menatap langit biru lagi. Matanya kini tertuju ke ujung kakinya yang terbalut kaos kaki.
"Kejadiannya hampir mirip mirip bu Lastri gitu. Sudah tau bocor tapi ga segera ditambal. Cuma kalau saya bukan panci yang bocor tapi kamar mandi yang licin dan kotor. Saya tidak segera membersihkannya, akhirnya kepala anak saya yang bocor." Bu Pri semakin tertunduk. Terlihat sedang menyeka mata sipitnya.
"Waktu itu saya panik banget pas adek kepleset di kamar mandi. Kepalanya terbentur bagian pojok bagian dudukan wc. Darah segar keluar dari kepala mungilnya. Tentu saja dengan tangisan yang kencang. Segera saya bopong keluar, panggil bapaknya, dan bawa ke rumah sakit. Di sana akhirnya adek dijahit dua jahitan. Dokternya berkata, saya harus mengamati adek, kalau dia sampai muntah muntah, segera bawa lagi kesini. Khawatir gegar otak. Terbayangkan bagaimana lemesnya kaki saya waktu itu. Dunia serasa berhenti. Saya mengutuk diri sendiri. Gara gara saya lalai, adek harus jatuh dan bocor kepalanya. Ah saya ga mau ngulangin lagi hal hal yang kecil itu. Bahaya dan pastinya bikin nyesel sepanjang hidup." Wajah bu Pri kini terangkat dan terlihat semangat. Memantapkan diri untuk tidak mengulangi melalaikan hal yang sepele itu.
"Saya kok jadi berpikir, ini aja baru kejadian di panci bocor dan kamar mandi kotor. Coba kalau kejadiannya lebih mendalam lagi. Yang berhubungan dengan sikap kita. Kalau kita punya kesalahan dikit aja, tapi kita abaikan, tidak segera kita perbaiki, bisa bisa jadi masalah besar juga ya bu Pri, " kata bu Lastri sambil mengangguk angguk kan kepalanya.
"Nah itu, penting banget tuh. Hebat bu lastri pemikirannya jauh dan bijaksana banget", jawab bu Pri sambil menepuk nepuk bahu bu Lastri. Eh yang ditepuk tepuk langsung tersenyum bangga sambil mengangkat mata dan menjetikkan jempolnya ke hidung mancungnya itu.
"Sombong amaaaat…, hhahahha.."
Keduanya tertawa lepas, namun lebih tepatnya mereka sedang menertawakan dirinya masing masing yang kemarin kemarin telah lalai memaknai hal hal sepele.
Kini mereka tertawa bahagia karena telah berhasil mendapatkan pelajaran hidup yang sangat berharga. Jangan sepelekan kerusakan atau kebocoran yang kecil. Karena dari yang kecil ini bisa menimbulkan malapetaka yang tidak kita inginkan. Hal kecil yang sering hinggap padi diri ini seperti rasa malas untuk bangun lebih pagi, suka menunda nunda pekerjaan, wasting time dengan medsos dan lain lain. Kayaknya sepele tapi bisa bikin hidup kita berantakan.
Seorang nahkoda sibuk mengatur arah kemudi, melihat arah angin dan mengatur kecepatan bahteranya agar bahtera itu sampai ke tujuan dengan selamat. Namun dia lupa tidak segera menutup kebocoran kecil pada bahteranya yang bisa jadi menenggelamkannya dan memupus harapannya sampai ke tujuan.
Baguus ceritanya mba. Moralnya dapet. Intinya jangan pernah menunda suatu kerjaan yang bisa dilakuin saat itu. Terkadang hal kecil sekalipun bisa aja membesar dan bikin musibah besar ..
BalasHapus