Hati Hati, 3 Hal Ini Bisa Memunculkan Benih Dendam Pada Anak Anak Kita (Part 2)





Membahas tentang anak dan pola asuhnya memang tidak ada habisnya. Orang tua dituntut untuk selalu belajar dan terus belajar agar bisa memberikan yang terbaik untuk buah hatinya. Dengan belajar orang tua bisa meminimalisir salah didik atau pola asuh negatif anak sehingga membentuk anak anak sholeh sholehah yang baik dunianya dan baik akhiratnya. 


Di part 1 sudah dibahas tentang salah satu perilaku negatif dalam pola asuh anak yaitu mudah menyalahkan sang kakak ketika adiknya menangis. Di part 2 ini kita akan kupas point kedua tentang hal apa saja yang bisa memunculkan benih benih dendam pada anak anak kita.


2. Sering meminta sang kakak untuk selalu mengalah pada sang adik


Sepertinya hal ini terlihat wajar dan sering dilakukan para orang tua terhadap anak anaknya. Ya, kita sering meminta sang kakak untuk selalu mengalah pada adiknya. 


Bisa disimak ilustrasi berikut ini.


Suatu ketika kakak beradik sedang bermain. Sang kakak, Rani memilih mainan berupa boneka. Rani bermain boneka bonekaan lengkap dengan rumah dan perabotannya yang berwarna pink. Dia bermain bersama sang adik, Reno. Reno juga sedang bermain robot robotan spiderman dan seperangkat alat kendaraannya. Mereka terlihat kompak karena bermain bersama, membuat cerita bersama antara boneka cantiknya dan spiderman. 


Namun beberapa waktu kemudian, sang adik sudah merasa bosan. Dia mulai mencari sesuatu yang baru. Akhirnya boneka kakaknya yang menjadi incarannya. Reno mulaai merebut bonekanya Rani. Merasa direbut, Rani pun tak mau menyerahkan bonekanya. Adegan saling tarik pun terjadi dan berakhir dengan tangisan Reno. 


Sudah bisa ditebak, Reno akan menangis dan mengundang kedatangan ayahnya, pak Ari.  Ya ayah Reno Rani sedang asik membaca berita portal online di teras. Suasana sore yang damai ini, sering dihabiskan keluarga Pak Ari untuk bersantai. Pak Ari memilih untuk bersantai di teras depan dengan view taman yang mungil namun penuh dengan bunga warna warni dan tak lupa gemercik air kolam ikan menambah kedamaian sore itu. Namun sore itu berbeda, suara tangisan Reno memaksa Pak Ari untuk menaruh hp nya dan segera menghampiri sumber suara. 


Dengan langkah yang berat pak Ari menuju ruang tengah dimana kedua anaknya sedang bermain. Dilihatnya Reno sedang menangis sambil mengobrak abrik mainannya. 


"Ada apa Rani? Kok Reno sampai ngamuk begitu?" Tanya Pak Ari dengan nada tinggi. 


"Itu Yah, Reno ngerebut bonekanya Rani. Kan Reno sudah punya mainan sendiri, " jawab Rani dengan wajah tertunduk. 


"Ah, gitu aja kok bikin adekjnya nangis sih, dah kamu ngalah dulu. Ayo berikan bonekanya  itu ke Reno!" Perintah pak Ari.


"Tapi kan ini mainan Rani, Yah" 


"Ayah bilang kamu harus ngalah dulu ke adik, Rani. Kamu kan kakak, ya harus ngalah dong ama adiknya."


"Ayo cepat, kasih boneka itu ke Reno!"


Dengan perasaan takut Rani pun akhirnya mengalah dan memberikan bonekanya kepada Reno. Sedangkan Reno, dengan wajah penuh kemenangan segera mengambil boneka yang disodorkan kakaknya. Kini Rani kembali tertunduk penuh kebencian pada adiknya. Dia berpikir alangkah enaknya dulu sebelum ada Reno. Semua mainan adalah miliknya. Dia tidak harus mengalah dan memberikan mainan kesayangannya kepada adiknya. Toh tadi Reno sebenarnya sudah mainan bonekanya juga ketika main bersama. Hati Rani hancur dan dongkol. Mengapa selalu harus mengalah? Kan masing masing sudah punya mainannya sendiri. Kalaupun mau pinjam, ya pasti diberikan tapi bukan dengan merebut. 


Dipandanginya ayahnya dan Reno yang melangkah menuju teras. Mereka terlihat bahagia dengan tertawa tawa. Dalam hati kecilnya, Rani masih terus bertanya mengapa dia harus selalu mengalah. Apakah benar kalau menjadi kakak itu harus selalu mengalah? Mengapa dan mengapa?


Meski kejadian di atas hanyalah sebuah ilustrasi saja, namun kayanya sering terjadi di beberapa keluarga. Betul? 


Oiya, sebelumnya maaf ya Rani, kupinjam namamu untuk tokoh yang selalu bikin hati miris ini hehe…


Mengalah adalah salah satu kata yang menjadi santapan pokok bagi seorang anak dengan gelar kakak. Dengan dalih kakak itu lebih tua dari pada adiknya, maka mengalah itu suatu keharusan bagi sang kakak. Pemikiran seperti ini sudah selayaknya mulai kita hapus dari kamus pendidikan anak anak di keluarga. Orang tua sebaiknya mulai mengenalkan persamaan hak pada anak anaknya. Semua anak, baik yang bergelar kakak ataupun adik mempunyai hak yang sama dalam keluarga. Hak mendapatkan kasih sayang, hak bermain, hak memilih, dll. 


Lalu bagaimana jika terjadi keributan seperti kasus Rani dan Reno diatas? Dimana Reno ingin "meminjam" mainan kakaknya.


Jika sudah terjadi peristiwa adik ingin memiliki atau meminjam namun akhirnya jadi merebut mainan sang kakak, maka seorang ayah atau ibu bisa mencoba menjelaskan konsep kepemilikan kepada sang adik. Bahwa mainan ini milik adik dan itu milik kakak. Kalaupun ingin meminjam bisa minta  izin dulu kepada sang kakak.  Sedangkan kalau minta izin itu kemungkinannya ada dua, diizinkan meminjam atau tidak diizinkan meminjam. Sang adik harus menghormati apapun keputusan sang kakak. 


Selain mengenalkan konsep dan resiko meminjam dan minta izin, orang tua bisa juga mengenalkan konsep "jika aku yang seperti kakak". Konsep yang mengajak sang adik berasosiasi jika dia yang dalam posisi sang kakak. Bagaimana rasanya, bagaimana  perasaannya, bagaimana sikapnya atau intinya bagaimana jika dia berada dalam posisi sang kakak. Hal ini akan membuat sang adik berempati pada sang kakak. Harapannya sang adik tidak akan melakukan aksi perebutan mainan karena tahu bagimana  rasanya ketika mainannya direbut orang lain. 


Lalu kepada sang kakak orang tua juga bisa mengajarkan konsep berbagi. Sang kakak mempunyai hak atas mainannya sendiri namun jika dia mau berbagi dengan adiknya itu akan lebih baik. Berbagi dengan cara memberinya izin untuk meminjamkan mainannya akan membuat sang adik bahagia dan tentu saja akan semakin sayang pada sang kakak. Berbagi dengan tulus akan membuat orang lain bahagia. Namun jika memang tidak mau berbagi sang kakak bisa mempertahankan hak dan keputusannya dengan cara yang baik. Memberikan alternatif pinjaman mainan yang lain atau mengalihkan perhatian sang adik ke hal yang lain. 


Proses pemahaman ini sebaiknya  diterapkan secara seimbang dan proporsional kepada kakak maupun adik. Pemahaman ini mencakup hak dan kewajiban, pilihan dan resiko, empati dan simpati dan kasih sayang. Semua disampaikan dengan cara yang pas atau sesuai dengan usia anak, bisa juga dengan diskusi ataupun roleplay. Diharapkan penanaman konsep ini berkelanjutan sehingga anak anak tumbuh menjadi anak yang baik, bijaksana, dan berakhlak mulia. Nah, bukankah itu dambaan kita semua ya? 😍😍


Finally, mendidik anak itu tidak cukup dengan kasih sayang tapi juga perlu ilmu dan wawasan. Ilmu bisa didapat dengan belajar dari berbagai sumber, misal dari buku buku,  media sosial ataupun dari pengalaman pengalaman hidup. Bukankah belajar itu dari buaian sampai liang lahat? So, tetap semangat buat para orang tua hebat untuk selalu belajar, belajar dan action. 😍😍😍

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sepenggal Kisah dari Ruang IGD